Rabu, 10 Desember 2008

Beli Kucing Dalam Karung

Banyak dari kita yang belum bisa membedakan antara tabung dan media pemadamnya (isi tabung sebagai media pemadam). Bahkan tidak jarang diantara masyarakat yang menganggap merek XXX, yang tertera di tabung pemadam sebagai merek media pemadamnya. Padahal XXX adalah merk tabungnya saja.
Sedikitnya terdapat empat jenis media alat pemadam yang beredar di Indonesia. Antara lain, Powder (DCP), Foam, CO2 dan Liquid Gas. Sementara itu merk dagangnya pun sangat banyak bahkan ratusan.
Di samping itu, banyak yang tidak diketahui oleh publik, bahwa hampir semua jenis media pemadam adalah barang impor, khususnya jenis Dry Chemical Powder (DCP) dan Foam. Sementara itu jenis Liquid gas ada yang impor dan ada yang produksi dalam negeri. Khusus liquid gas import rata-rata jenis Halon (Bromo Chlorodi Fluoromethane / BCF).
Ironisnya Impor bahan media pemadam itu umumnya dilakukan “Penghilangan Merk” oleh importirnya yang nota bene juga sebagai distributor di pasar indonesia. Misal DCP tertentu dari Cina, diberi merk lain seakan-akan diimpor dari Amerika. Berdasarkan data kajian dari Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya (LPKS), kasus penggantian nama merk mencapai 80% dari total perdagangan alat pemadam api di Indonesia. Alih-alih memiliki alat pemadam yang baik, ternyata konsumen mendapatkan Apar yang palsu dan ilegal.
Bahkan ada salah satu perusahaan di Surabaya terjebak dalam dilema, saat memadamkan kebakaran. Bagaimana tidak, api menjalar di salah satu panel mesin produksi, jika tidak dipadamkan api akan menghanguskan pabrik. Namun jika dipadamkan dengan Dry Chemical Powder akan merusak mesin produksi. Tidak ada pilihan lain, akhirnya api terpaksa dipadamkan dengan Apar DCP. Alhasil api memang mati.
Namun kerugian yang diderita akibat pemakaian Apar DCP sangat besar. Mesin produksinya jadi rusak dan korosif. Jika ditotal kerugiannya mesin rusak mencapai ratusan juta. Belum lagi kerusakan bahan baku roduksi serta material produksi juga ikut rusak. Ditambah lagi adanya pemasukan yang hilang akibat mesin tidak berproduksi.
Di samping permasalahan penggunaan Apar DCP, konsumen juga memiliki masalah dalam penggunaan Apar jenis Halon (BCF). Banyak masyarakat yang belum mengetahui atau bahkan “tutup mata” kalau Halon sudah dilarang oleh pemerintah karena merusak lapisan ozon. Ironisnya di pasaran, konsumen dirugikan lagi oleh distributor. Modusnya huruf B (BCF) dihilangkan/dihapus, kemudian dibelakang huruf CF ditambahkan angka 21 (pake spidol atau huruf gosok).
Hal ini jelas-jelas menipu dan merugikan konsumen, sebab berdasarkan peraturan pelarangan Halon Menperindag RI No:33/M-IND/PER/4/2007 tentang Larangan Memproduksi dan menggunakan Bahan perusak lapisan ozon, pasal 9 “Perusahaan Industri yang melanggar ketentuan Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri dan atau saksi lain sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku”.
Melihat kondisi dan akibat pemakaian di atas, akankah tetap kita percayakan proteksi asset kita dengan Apar “murah meriah” yang belum jelas kualitas dan asal usulnya??? Mana yang kita pentingkan? Asset kita yang mahal atau Apar yang “murah meriah” dan sekedar syarat!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar